Sabtu, 20 November 2010

LEMBARAN DAERAH
KOTA BANDUNG
TAHUN : 2010 NOMOR : 04
PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG
NOMOR 04 TAHUN 2010
TENTANG
RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA BANDUNG,
Menimbang : a. bahwa kelembagaan Rukun Tetangga dan Rukun Warga adalah lembaga
kemasyarakatan dan mitra Pemerintah Daerah yang memiliki peranan
dalam memelihara dan melestarikan nilai-nilai kehidupan
kemasyarakatan yang berdasarkan swadaya, kegotongroyongan dan
kekeluargaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, ketentraman
dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat;
b. bahwa dalam rangka menindaklanjuti ketentuan Pasal 127 ayat (8)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 jo. Pasal 22 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
73 Tahun 2005 tentang Kelurahan, pembentukan lembaga
kemasyarakatan diatur oleh Peraturan Daerah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Bandung tentang
Rukun Tetangga dan Rukun Warga;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah
Kota Besar dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa
Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 16 dan 17 Tahun 1950 (Republik
Indonesia dahulu) tentang Pembentukan Kota-kota Besar dan Kota-kota
Kecil di Jawa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954
Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
551);
2. Undang …
2
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah untuk kedua kalinya dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1987 tentang Perubahan Batas
Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung dengan Kabupaten Daerah
Tingkat II Bandung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987
Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3358);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4588);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 40, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4826);
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman
Penataan Lembaga Kemasyarakatan;
10. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Nomor 10 Tahun
1989 tentang Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung
(Lembaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Bandung Tahun 1990
Nomor 03 Seri D);
11. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2005 tentang Ketertiban,
Kebersihan dan Keindahan (Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun 2005
Nomor 03) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota
Bandung Nomor 11 Tahun 2005 (Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun
2005 Nomor 11);
12. Peraturan …
3
12. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 06 Tahun 2006 tentang
Pemekaran dan Pembentukan Wilayah Kerja Kecamatan dan Kelurahan
(Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun 2006 Nomor 06) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 06 Tahun
2008 (Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun 2008 Nomor 06);
13. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2007 tentang Urusan
Pemerintahan Daerah Kota Bandung (Lembaran Daerah Kota Bandung
Tahun 2007 Nomor 08);
14. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 14 Tahun 2007 tentang
Pembentukan dan Susunan Organisasi Kecamatan dan Kelurahan di
Lingkungan Pemerintah Kota Bandung (Lembaran Daerah Kota
Bandung Tahun 2007 Nomor 14);
15. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 05 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kota Bandung
Tahun 2008 Nomor 05);
16. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2008 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Tahun 2005-2025
(Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun 2008 Nomor 08);
17. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 07 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan (Lembaran Daerah Kota
Bandung Tahun 2009 Nomor 07);
18. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 09 Tahun 2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2009-2013
(Lembaran Daerah Kota Bandung Tahun 2009 Nomor 09);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA BANDUNG
dan
WALIKOTA BANDUNG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG TENTANG RUKUN
TETANGGA DAN RUKUN WARGA.
BAB …
4
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia.
2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.
3. Daerah adalah Kota Bandung.
4. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Bandung.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD
adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung.
6. Walikota adalah Walikota Bandung.
7. Kecamatan adalah Kecamatan di Lingkungan Pemerintah Daerah.
8. Camat adalah Camat di Lingkungan Pemerintah Daerah.
9. Kelurahan adalah Kelurahan di Lingkungan Pemerintah Daerah.
10. Lurah adalah Lurah di Lingkungan Pemerintah Daerah.
11. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat
APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bandung.
12. Rukun Tetangga dan Rukun Warga yang selanjutnya disingkat RT dan
RW adalah Lembaga Kemasyarakatan yang dibentuk dari, oleh dan untuk
masyarakat setempat berdasarkan musyawarah mufakat, sebagai mitra
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah dalam
Pemberdayaan masyarakat.
13. Penduduk setempat adalah Warga Negara Indonesia maupun orang Asing
yang bertempat tinggal tetap di wilayah kerja RT dan RW setempat yang
dibuktikan dengan kepemilikan Kartu Keluarga dan Kartu Tanda
Penduduk.
14. Kartu Keluarga yang selanjutnya disingkat KK adalah kartu identitas
keluarga yang memuat tentang nama, susunan dan hubungan dalam
keluarga, serta identitas anggota keluarga.
15. Kartu Tanda Penduduk yang selanjutnya disingkat KTP adalah identitas
resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi pelaksana
yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

16. Kepala Keluarga adalah :
a. orang yang bertempat tinggal dengan orang lain, baik mempunyai
hubungan darah maupun tidak, yang bertanggung jawab terhadap
keluarga;
b. orang yang bertempat tinggal seorang diri; atau
c. kepala kesatrian, kepala asrama, kepala rumah yatim piatu dan lainlain
tempat beberapa orang tinggal bersama-sama.
BAB II
KEDUDUKAN, PERAN, DAN FUNGSI
Pasal 2
RT dan RW dibentuk dalam rangka memelihara dan melestarikan nilai-nilai
kehidupan kemasyarakatan yang berdasarkan swadaya, kegotongroyongan
dan kekeluargaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, ketentraman
dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat di wilayah kerjanya.
Pasal 3
(1) Dalam fungsinya sebagai mitra, Pemerintah Daerah melakukan pembinaan
teknis, meliputi :
a. memberikan pedoman teknis pelaksanaan dan pengembangan RT dan
RW;
b. memberikan pedoman penyusunan perencanaan pembangunan
partisipatif;
c. menetapkan bantuan pembiayaan alokasi dana untuk pembinaan dan
pengembangan RT dan RW;
d. memberikan bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan serta
pemberdayaan RT dan RW;
e. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi RT dan RW;
f. memberikan penghargaan atas prestasi yang dilaksanakan oleh RT dan
RW.
(2) Dalam fungsinya sebagai mitra, Camat dan Lurah melakukan pembinaan
teknis, meliputi :
a. memfasilitasi pelaksanaan peran, fungsi, hak dan kewajiban RT dan
RW;
b. memfasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
c. memfasilitasi pemberdayaan masyarakat;
d. memfasilitasi kerjasama antar RT dan RW dan kerjasama RT dan RW
dengan pihak ketiga;
e. memfasilitasi bantuan teknis dan pendampingan kepada RT dan RW;
dan
f. memfasilitasi koordinasi unit kerja pemerintahan dalam
pengembangan RT dan RW.
Pasal 4
(1) RT mempunyai peran :
a. menjaga kerukunan antar tetangga, memelihara dan melestarikan
kegotongroyongan dan kekeluargaan dalam rangka meningkatkan
ketentraman dan ketertiban;
b. menampung dan mengusulkan aspirasi warga dalam rencana dan
pelaksanaan pembangunan di wilayah kerja RT;
c. membantu RW dalam menjalankan tugas pelayanan kepada
masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya di wilayah kerja RT; dan
d. menggali potensi swadaya murni masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan dan menumbuh kembangkan kondisi dinamis
masyarakat di wilayah kerja RT.
(2) RW mempunyai peran :
a. menjaga kerukunan antar warga, memelihara dan melestarikan
kegotongroyongan dan kekeluargaan dalam rangka meningkatkan
ketentraman dan ketertiban;
b. menampung dan mengusulkan aspirasi warga dalam rencana dan
pelaksanaan pembangunan di wilayah kerja RW;
c. membantu Lurah dalam menjalankan tugas pelayanan kepada
masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya di wilayah kerja RW;
dan
d. menggali potensi swadaya murni masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan dan menumbuhkembangkan kondisi dinamis
masyarakat di wilayah kerja RW.
Pasal 5
(1) Dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1),
RT mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. pengkoordinasian antar penduduk di wilayah kerja RT;
b. menjembatani hubungan antar penduduk di wilayah kerja RT;
c. membantu penanganan masalah-masalah kependudukan,
kemasyarakatan, dan pembangunan di wilayah kerja RT; dan
d. membantu sosialisasi program-program Pemerintah Daerah kepada
masyarakat di wilayah kerja RT.

(2) Dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2),
RW mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. melaksanakan peran koordinasi dengan kepengurusan RT di wilayah
kerja RW;
b. menjembatani hubungan antar penduduk melalui kepengurusan RT di
wilayah kerja RW;
c. membantu penanganan masalah-masalah kependudukan,
kemasyarakatan, dan pembangunan di wilayah kerja RW; dan
d. membantu sosialisasi program-program Pemerintah Daerah kepada
masyarakat di wilayah kerja RW melalui pengurus RT.
Pasal 6
Sebagai lembaga kemasyarakatan RT dan RW mempunyai kegiatan :
a. peningkatan pelayanan masyarakat;
b. peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan;
c. pengembangan kemitraan;
d. pemberdayaan masyarakat meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya
dan lingkungan hidup; dan
e. peningkatan kegiatan lainnya sesuai kebutuhan masyarakat setempat.
BAB III
PEMBENTUKAN RUKUN TETANGGA
DAN RUKUN WARGA
Pasal 7
(1) Setiap RT terdiri dari paling sedikit 30 (tiga puluh) dan paling banyak 50
(lima puluh) Kepala Keluarga.
(2) Setiap RW terdiri dari paling sedikit 5 (lima) RT dan paling banyak 10
(sepuluh) RT.
(3) Dalam hal Jumlah RT dan RW kurang atau melebihi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus digabungkan atau dimekarkan.
(4) Penggabungan dan pemekaran RT dan RW sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dapat dilakukan atas prakarsa masyarakat dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Ketua RT dan Ketua RW mengajukan usul permohonan kepada Lurah
setempat untuk mendapat penetapan dari Camat;
b. usul permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan
hasil musyawarah mufakat 2/3 Kepala Keluarga untuk RT dan 2/3
pengurus RT untuk RW;
c. musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada huruf b difasilitasi
oleh Lurah; dan
d. usul permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b
diusulkan oleh Lurah kepada Camat untuk mendapat penetapan.
BAB IV
KEPENGURUSAN
Pasal 8
(1) Pengurus RT adalah Penduduk setempat yang terdaftar dalam KK.
(2) Pengurus RW adalah penduduk setempat yang terdaftar dalam KK dan
merupakan hasil musyawarah mufakat pengurus RT.
(3) Setiap Warga Negara Indonesia di wilayah RT dan RW setempat memiliki
hak yang sama untuk memilih dan dipilih sebagai calon pengurus RT dan
RW sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.
Pasal 9
(1) Pengurus RT terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Ketua;
b. 1 (satu) orang Sekretaris;
c. 1 (satu) orang Bendahara; dan
d. Seksi-seksi sesuai dengan kebutuhan.
(2) Pengurus RW terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Ketua;
b. 1 (satu) orang Sekretaris;
c. 1 (satu) orang Bendahara; dan
d. Seksi-seksi sesuai dengan kebutuhan.
(3) Pengurus RT dan pengurus RW tidak dapat merangkap jabatan sebagai
pengurus baik dalam kepengurusan RT, RW dan Lembaga
Kemasyarakatan lainnya.
Pasal 10
(1) Ketua RT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, dipilih
oleh Kepala Keluarga di wilayah kerja RT berdasarkan musyawarah
mufakat.
(2) Dalam proses pemilihan Ketua RT, dapat dibentuk kepanitiaan yang
difasilitasi oleh Pengurus RW.
(3) Ketua RW, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a dipilih
oleh pengurus RT berdasarkan musyawarah mufakat.
(4) Pengurus RT yang berhak mewakili dalam musyawarah mufakat
pemilihan Ketua RW sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Ketua,
Sekretaris dan Bendahara.
(5) Panitia Pemilihan Ketua RT dan Ketua RW dapat melakukan penjaringan
calon Ketua yang berasal dari warga setempat.
(6) Dalam proses pemilihan Ketua RW pengurus RT membentuk kepanitiaan
yang difasilitasi oleh Lurah.
(7) Pengurus RT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b, huruf
c dan huruf d dibentuk berdasarkan musyawarah mufakat Ketua RT
terpilih bersama Kepala Keluarga dalam wilayah kerja RT.
(8) Pengurus RW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b,
huruf c dan huruf d, dibentuk berdasarkan musyawarah mufakat Ketua
RW terpilih bersama pengurus RT dalam wilayah kerja RW.
Pasal 11
(1) Dalam hal Ketua RT terpilih sebagai Ketua RW maka jabatannya
digantikan oleh pengurus RT lainnya secara musyawarah mufakat diantara
pengurus RT.
(2) Dalam hal terdapat pengurus RT yang dicalonkan menjadi Ketua atau
Pengurus RW, dan kemudian terpilih maka yang bersangkutan diwajibkan
melepaskan jabatannya sebagai pengurus RT.
(3) Dalam hal pengurus RT terpilih sebagai Ketua atau pengurus RW maka
Ketua RT berhak untuk mengangkat pengganti berdasarkan musyawarah
mufakat diantara pengurus RT.
Pasal 12
Pengurus RT dan RW yang terpilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan
Pasal 10 dituangkan dalam Berita Acara hasil pemilihan, dan disampaikan
oleh panitia pemilihan kepada Lurah untuk ditetapkan dengan Keputusan.
Pasal 13
Yang dapat dipilih menjadi pengurus RT dan RW sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) adalah penduduk Warga Negara Indonesia
(WNI) yang menjadi warga RT dan RW setempat yang memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. berkelakuan baik, jujur, adil, cakap, berwibawa dan penuh pengabdian
terhadap masyarakat;
d. sehat jasmani dan rohani;
e. penduduk Kelurahan setempat dan bertempat tinggal tetap di wilayah RT
dan RW tersebut, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) bulan dengan tidak
terputus-putus atau berpindah-pindah tempat, terdaftar pada KK dan
memiliki KTP setempat;
f. bukan Pejabat Kelurahan di Kelurahan setempat;
g. mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat setempat; dan
h. berusia paling rendah 21 (dua puluh satu) tahun atau pernah menikah dan
paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat pencalonan.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN PENGURUS RT DAN RW
Pasal 14
(1) Pengurus RT dan RW mempunyai hak sebagai berikut :
a. mengajukan usul dan pendapat dalam musyawarah mufakat RT dan
RW;
b. memilih dan dipilih sebagai Pengurus RT dan RW setelah memenuhi
syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13; dan
(2) Pengurus RT dan RW mempunyai kewajiban sebagai berikut :
a. turut serta secara aktif melaksanakan hal-hal yang menjadi peran dan
fungsi RT dan RW; dan
b. turut serta secara aktif melaksanakan keputusan musyawarah RT dan
RW setempat.
BAB VI
PEMBENTUKAN PANITIA PEMILIHAN
KETUA RT DAN KETUA RW
Pasal 15
(1) Pemilihan Ketua RT dan Ketua RW dilaksanakan secara musyawarah
mufakat dengan difasilitasi oleh Panitia Pemilihan yang terdiri dari :
a. Ketua;
b. Sekretaris; dan
c. beberapa orang anggota paling banyak 3 (tiga) orang.
(2) Panitia Pemilihan Ketua RT dibentuk berdasarkan rapat pengurus RT yang
difasilitasi oleh pengurus RW, paling lambat 1 (satu) bulan sebelum
berakhirnya masa bakti kepengurusan RT, yang dinyatakan dengan berita
acara.
(3) Pengurus RW menyampaikan berita acara pembentukan Panitia Pemilihan
tingkat RT untuk ditetapkan oleh Lurah sebagai Panitia pemilihan Ketua
RT.
(4) Panitia Pemilihan Ketua RW dibentuk berdasarkan rapat pengurus RW
yang difasilitasi oleh Lurah paling lambat 1 (satu) bulan sebelum
berakhirnya masa bakti kepengurusan RW, yang dinyatakan dengan berita
acara.
(5) Lurah menetapkan Panitia Pemilihan Ketua RW berdasarkan berita acara
rapat pembentukan Panitia Pemilihan Ketua RW.
BAB VII
MASA BAKTI
Pasal 16
(1) Masa bakti Pengurus RT dan RW adalah 3 (tiga) tahun terhitung mulai
tanggal Penetapan Lurah dan dapat dipilih kembali untuk 2 (dua) kali
masa bakti berikutnya.
(2) Pengurus RT dan pengurus RW yang berakhir masa baktinya,
berkewajiban menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya kepada
pengurus yang baru.
(3) Ketua RT dan Ketua RW yang telah menjalani 3 (tiga) kali masa bakti
tidak dapat dicalonkan kembali untuk pemilihan Ketua RT dan Ketua RW
periode berikutnya kecuali telah terputus satu periode masa bakti oleh
Ketua RT dan Ketua RW yang lain.
Pasal 17
Dalam hal Pengurus RT dan Pengurus RW habis masa baktinya, Ketua RT
dan Ketua RW berkewajiban memberitahukan kepada seluruh pengurus
tentang pemberhentian/penggantian pengurus dan memberitahukan kepada
Lurah, paling lambat 2 (dua) bulan sebelum berakhirnya masa bakti pengurus
RT dan RW tersebut.
Pasal 18
(1) Pengurus RT dan RW berhenti atau diberhentikan karena :
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri;
c. melakukan tindakan yang menghilangkan kepercayaan warga
masyarakat terhadap kepemimpinannya sebagai Pengurus RT dan
Pengurus RW;
d. tidak lagi memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 13;
e. pindah tempat tinggal dari lingkungan RT dan RW yang
bersangkutan; dan
f. sebab-sebab lain yang bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau norma-norma kehidupan masyarakat.
(2) Dalam hal terpenuhinya alasan pemberhentian Ketua RT dan Ketua RW
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Lurah dapat mengambil
keputusan pemberhentian Ketua RT dan Ketua RW.
(3) Dalam hal pemberhentian Ketua RT dan Ketua RW sebelum habis masa
baktinya, Lurah berkewajiban melakukan pemberitahuan kepada seluruh
pengurus RT dan pengurus RW.
(4) Dalam hal Ketua RT berhenti atau diberhentikan sebelum habis masa
baktinya, pengurus RW berkewajiban untuk memfasilitasi musyawarah
mufakat pengurus RT untuk memilih Ketua RT yang baru yang
dinyatakan dalam berita acara.
(5) Pengurus RW menyampaikan berita acara pemilihan Ketua RT yang baru
kepada Lurah untuk ditetapkan dengan Keputusan.
(6) Dalam hal Ketua RW berhenti atau diberhentikan sebelum habis masa
baktinya, Lurah berkewajiban untuk memfasilitasi musyawarah mufakat
pengurus RW untuk memilih Ketua RW yang baru yang dinyatakan dalam
berita acara.
(7) Lurah menetapkan Ketua RW yang baru berdasarkan berita acara rapat
pemilihan Ketua RW.
BAB VIII
JENIS MUSYAWARAH RT DAN RW
Pasal 19
Jenis musyawarah RT dan RW adalah sebagai berikut :
a. musyawarah bulanan;
b. musyawarah semesteran;
c. musyawarah tahunan; dan
d. musyawarah insidental.

BAB IX
SUMBER DANA DAN PELAPORAN
Pasal 20
(1) Sumber dana RT dan RW diperoleh dari :
a. swadaya masyarakat bardasarkan hasil musyawarah mufakat;
b. anggaran yang dialokasikan dalam APBD Pemerintah Daerah;
c. bantuan dari Pemerintah dan pemerintah Provinsi; dan
d. bantuan lainnya yang sah dan tidak mengikat.
(2) Pengelolaan keuangan yang diperoleh dari sumber sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dan huruf c diadministrasikan secara tertib, teratur
dan membuat laporan tertulis kepada pihak pemberi bantuan melalui
Lurah.
(3) Pengelolaan keuangan RT yang diperoleh dari sumber sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diadministrasikan secara tertib, teratur dan
membuat laporan tertulis yang disampaikan setiap semester kepada Kepala
Keluarga.
(4) Pengelolaan keuangan RW yang diperoleh dari sumber sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diadministrasikan secara tertib, teratur dan
membuat laporan tertulis yang disampaikan setiap semester kepada
pengurus RT.
(5) Tata cara pengelolaan dan pelaporan keuangan RT dan RW diatur lebih
lanjut oleh Walikota.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 21
RT dan RW yang telah ada pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini,
dinyatakan tetap sebagai RT dan RW menurut Peraturan Daerah ini, sampai
dengan habis masa baktinya.
Pasal 22
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua ketentuan yang
mengatur mengenai RT dan RW dan ketentuan-ketentuan lain yang
bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
BAB ...
14
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai
teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota
paling lambat 6 (enam) bulan setelah diundangkannya Peraturan Daerah ini.
Pasal 24
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota
Bandung.
Ditetapkan di Bandung
pada tanggal 25 Mei 2010
WALIKOTA BANDUNG,
TTD.
DADA ROSADA
Diundangkan di Bandung
pada tanggal 25 Mei 2010
SEKRETARIS DAERAH KOTA BANDUNG,
EDI SISWADI
LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN 2010 NOMOR 04